Senin, Mei 25, 2009

Riana Helmi Dokter Termuda Indonesia By Republika Newsroom Minggu, 24 Mei 2009 pukul 14:37:00

YOGYAKARTA--"Alhamdulillah , saya bisa jadi wisudawan termuda," ucap Riana Helmi, dengan wajah berseri, seusai diwisuda di Grha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta, Selasa (19/5) lalu.Wajah kedua orangtuanya, Ajun Komisaris Helmi dan Rofiah, pun ikut berseri, dan tentu merasa bangga. Betapa tidak. Dalam usia yang belum genap 18 tahun -- tepatnya 17 tahun 11 bulan -- Riana berhasil lulus dari Fakultas Kedokteran UGM, dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) sangat memuaskan, yaitu 3,67.

Dengan prestasinya yang luar biasa itu Riana tercatat sebagai pemegang rekor dokter termuda di Indonesia. Rektor UGM Soedjarwadi pun memuji prestasi gadis kelahiran Banda Aceh, 22 Maret 1991, itu, menyampaikan selamat dan memintanya untuk berdiri, diiringi tepuk tangan dan decak kagum para wisudawan dan hadirin.

Cerdas
Sejak kecil Riana memang dikenal cerdas. Pada tiap jenjang pendidikan, sejak SD sampai SMA, ia selalu berhasil lulus dengan percepatan. Usianya pun baru 14 tahun lewat tiga bulan -- atau setara dengan pelajar kelas II SMP pada umumnya -- ketika ia diterima di Fakultas Kedokteran UGM melalui jalur Penelusuran Bakat Skolastik (PBS) pada September 2005.

Hebatnya, Riana dapat nyelesaikan kuliah hanya dalam waktu tiga tahun enam bulan, lebih cepat dari umumnya mahasiswa fakultas kedoteran lain, yang rata-rata paling cepat menyelesaikan kuliahnya dalam waktu empat tahun. "Saya belajar dengan sungguh-sungguh, dan Alhamdulillah semua mata kuliah dapat saya selesaikan dengan lancar," akunya.

Sejak masuk UGM, tentu Riana juga tercatat sebagai mahasiswa termuda di Indonesia. Usia para mahasiswa lain seangkatannya rata-rata empat tahun lebih tua dibanding usianya. Perawakannya yang kecil pun membuatnya tampak paling imut di antara kawan-kawannya.

Meskipun begitu, Riana mengaku tidak banyak menghadapi kendala dalam menyesuaikan diri dengan mahasiswa lain yang lebih tua dan rata-rata berbadan lebih besar. "Saya menganggap mereka sebagai kakak. Alhamdulillah, mereka baik-baik," ujarnya.Selama menjalani masa kuliah, Riana hanya sekali merasa berat ketika menghadapi tugas yang begitu banyak. "Kesulitan karena tugas sangat banyak sih ada, tapi syukurlah semua bisa saya atasi," katanya.

Menyelesaikan skripsi tentang kanker payudara, dan berhasil lulus dalam usia yang masih sangat muda, Riana masih ingin melanjutkan kulaihnya. Alumnus SMA Negeri 3 Sukabumi ini mengaku akan mengambil pendidikan spesialis dokter kandungan. "Saya memang bercita-cita ingin jadi dokter kandungan," akunya.

Gemar membaca
Kecerdasan Riana sudah tampak sejak usia Balita. "Sejak usia tiga tahun, dia sudah lancar membaca," kata sang ayah, Helmi, perwira polisi pendidik di Sekolah Polri Lido, Sukabumi, Jawa Barat.Sejak kecil, menurut Helmi, rasa ingin tahu Riana juga sangat besar. Dan, berbeda dengan anak-anak lain yang lebih suka bermain, Riana malah lebih gemar belajar. "Meskipun tidak ada yang menyuruh, sebagian besar waktu luangnya justru dia isi dengan membaca," katanya.

Karena sudah pandai membaca sejak usia tiga tahun, pada usia empat tahun Riana sudah diterima masuk SD di Garut. Dan, tiap ditanya soal citanya, Riana selalu menjawab ingin menjadi dokter. "Anak kecil kalau ditanya soal cita-cita kan banyak yang ingin jadi dokter. Nah, cita-cita itu terus melekat dalam hati saya. Alhamdulilah , akhirnnya kesampaian juga" akunya.

Ketika masuk SD, karena masih amat mungil, pada awalnya Riana sempat hanya dianggap sebagai anak bawang . Semula dia masuk SD Ciwaringin 4 Garut, kemudian pindah ke SD Sriwedari, Sukabumi, karena ayahnya pindah tugas ke kota agrindustri ini. Jenjang pendidikan SD dia lalui hanya dalam waktu lima tahun, melalui program percepatan (akselerasi).

Masuk SMP Negeri 1 dan melanjutkan ke SMA Negeri 3 Sukabumi, dia juga mengikuti program akselerasi. Masing-masing jenjang ditempuhnya hanya dalam waktu dua tahun. "Kalau SMP dua tahun itu enak, bisa ngirit waktu. Masuk SMA juga ikut program akselerasi, sehingga bisa selesai cepat," tuturnya. Sejak SD, Riana sudah menyukai pelajaran matematika dan mengaku malas jika belajar secara hafalan, apalagi menggambar. "Daripada hafalan, lebih baik eksak, lebih suka yang pasti-pasti," akunya.

Jadi dosen
Selain bercita-cita menjadi dokter, anak sulung dari tiga bersaudara ini juga ingin menjadi dosen. Alasannya, agar bisa terus belajar dan mengajarkan, dan terus terdorong untuk menambah pengetahuan. "Selain memberi ilmu ke orang kita juga bisa tambah ilmu," katanya.

Riana mengaku peran orang tua sangat besar dalam membimbingnya belajar. Tapi, menurutnya, orang tuanya tidak pernah memaksanya untuk selalu mendapat nilai bagus. "Malah Mama sering nyuruh Riana main, jangan belajar terus. Cuma Riana saja yang sadar, ingin memberi yang terbaik untuk orang tua," katanya.yul/ayh/kem

Tidak ada komentar: